Senin, 09 Februari 2015

FRESH LAUNCHING MY NEW LAW-BLOG

Ketika Jarum Pendulum Menuntut Momentum


Ada seribu pertanyaan yang lahir ketika saya lepas dari tubuh mahasiswa dan merasuk ke raga sebagai sarjana: lalu apa?

3 tahun 9 bulan saya berkutat dengan akademik. Saat-saat pelik, masa-masa berlomba menyelesaikan “latihan terakhir” yang membuat tubuh bergidik. Semua lewat. TOEIC, IC3. Rangkaian syarat administrasi dan prosesi yang membuat letih. Semuanya lewat. Yang tersisa kini hanya setapak masa depan bernama KEDEWASAAN dengan tiga tugas yang menuntut segera dikerjakan: kerja, rumah tangga, agama.

Sebagai sarjana pada lazimnya, find the job is must and catch the career absolutely must. Misi pertama ini saya jajaki dengan “sesabar yang saya bisa.” Hambatan bernama “pengalaman” jadi ganjalan. Jika saja tak ingat “ada kemudahan di belakang kesulitan,” barangkali saya akan membiarkan waktu mengalir begitu saja dan terserah di sisi kehidupan masa saya berdiri begitu saja.

Sebagai lelaki pada umumnya, get the lady is surely and married her is absolutely. Misi kedua ini pun menanti di belakang kepala dengan bayangan yang menghitam di depan sana. Bagaimana bisa menyelesaikannya jika misi pertama saja belum tercapai? Umur memang relatif muda, namun agama tak mengenal tua dan muda. Dan sebagai manusia, yang dewasa dan sadar dengan kedewasaannya, adakah alasan untuk menyingkirkan kehadiran Tuhan?

Inilah misi ketiga yang menjadi pondasi dari kedua misi saya lainnya. Agama saya—Islam—menyuruh umatnya untuk bekerja dan menikah. Sebagai khalifah, sang pengelola dan pengatur, sang wakil Illahi di dunia, manusia harus mengeksplorasi dan mengoptimalisasi segala karunia yang tersedia: tanah, rimba, samudera, hingga akal di kepala. Dengan demikian, kerja itu perlu. Bagaimana bisa mengeksplorasi jika diam saja? Bagaimana bisa mengoptimalisasi sumber daya jika tidur saja?

Dan regenerasi itu harus. Dunia tak dibangun dalam sehari dan kemakmuran bukan diciptakan dalam sekali pekerjaan. Perlu 23 tahun Islam melebarkan sayap ke penjuru Arab. Perlu 360 tahunan Indonesia menikmati lezatnya kemerdekaan. Perlu berabad-abad hingga manusia sadar dan bertanya : apa yang kini bisa diperbuat?
Berstatus masih sebagai pencari kerja dengan pacar satu dan seribu mimpi tidak menjadi alasan untuk sibuk semata dengan surat lamaran, CV, sampai jadwal kencan. Sebagai sarjana hukum, tanggung jawab moral dan tuntutan intelektual menjejal. Apa kontribusi buat masyarakat? Apa peran untuk mereka? Apa yang bisa diberikan?

Hukum terlalu sempit jika hanya membahas apa yang tersaji di dalam Mengenal Hukum Suatu Pengantar atau memaparkan pasal demi pasal Vetboek van Stafenrecht. Hukum juga terlalu liar jika semata menengok betapa “elok” aksi “silaturahmi” Polri dan KPK akhir-akhir ini. Pertanyaan sebagai sarjana hukum timbul : Apa yang bisa kita bagikan dengan gelar kesarjanaan kita?

Agama (baca: Islam) menuntut umatnya untuk bekerja dan menikah. Dan agama yang sama pun mengharuskan umatnya untuk membagikan, menyiarkan, mengajarkan, dan mengamalkan ilmu yang dimiliki. Sebesar apapun itu. Sebanyak apapun itu. Bahkan dengan tegas Al-Qur’an menerangkan akibat hukum (legal consequences) bagi orang-orang yang dengan sengaja menyembunyikan ilmu (kebenaran) seperti dimuat salah satunya dalam Q.S. Al-Baqarah (2):159-160. Lalu, haruskah saya menjadi salah satu dari orang-orang yang menerima akibat hukum tersebut?

Sudah pasti tak sempurna diri saya dalam menggali ilmu. Ada satu, dua, bahkan ratusan hal atau jutaan hal barangkali yang lewat dari perhatian dan pengkajian saya selama proses pendidikan sebagai mahasiswa ilmu hukum. Dari sekian hari, minggu, bulan, dan tahun yang saya lewati, berbagai hal terjadi mempengaruhi kepahaman dan keluasan wacana ilmu hukum saya. Karunia yang sedikit—di kepala saya—inilah yang harus saya suarakan dan saya bagikan kepada masyarakat sekalian. Walau satu kata, walau satu istilah. Walau hanya seperempat subtema.

Untuk hal alasan itulah mengapa blog ini saya hadirkan. Meskipun sudah launching sebelumnya Jejak-Jejak Manyar, faktor konten blog dan teknis tidak memungkinkan aktivitas transfer ilmu hukum dilakukan dalam blog tersebut. Perlu dibuat situs khusus untuk melaksanakan niat tersebut. Oleh karena itu, lahirlah HUKUM HAKAM HAKIM.

Blog ini lahir bukan untuk menggurui. Artikel-artikel yang akan hadir semata-mata untuk melengkapi informasi hukum yang selama ini banyak beredar di masyarakat, khususnya di dunia maya. Hukum Hakam Hakim dibentuk bukan untuk popularitas walau akseptabilitas adalah satu hal yang membuat saya puas. Tidak ada niat situs ini menyaingi situs informasi dan konsultasi hukum ternama semacam Hukum Online dan sebagainya. Terlalu muda dan terlalu muluk. Ibarat kata samudera, blog ini tidak bermaksud menjadi Bengawan Solo atau Kali Brantas kedua. Hukum Hakam Hakim cukup mengabdikan diri menjadi sungai kecil yang mengalirkan air ilmu dari mata airnya di pegunungan kalam agar petani bisa menyuburkan sawahnya, bocah-bocah bisa bermain di alirannya, dan di suatu waktu orang-orang bisa merasakan keindahan senja ketika ia mengumpul di satu titik bernama lautan.

Hukum Hakam Hakim semaksimal mungkin mengungkapkan kajian law in book dan fenomena law in action. Seoptimal mungkin artikel yang hadir menjadi titik temu antara realitas das sein dan idealitas das sollen atas hukum. Dan sebagai blog informasi hukum, tidak ada jaminan blog ini lepas dari segala bentuk kutipan, ulasan atas tulisan atau pendapat pihak-pihak, dan penggunaan informasi multimedia yang ada. Setegas dan sejelas mungkin setiap hal di atas dijabarkan sesuai kaidah-kaidah etika penulisan yang baik dan akademis, khususnya terkait hak cipta.

Hukum Hakam Hakim tidak terikat dengan spesialitas bidang hukum tertentu. Sekalipun pada prinsipnya saya menempuh konsentrasi hukum ekonomi dan bisnis dan menaruh minat di bidang fikih muamalah (dalam arti luas), artikel dalam Hukum Hakam Hakim diusahakan mencakup berbagai bidang hukum sebatas bersifat informatif. Oleh karena itu, segala bentuk pertanyaan dan konsultasi yang disampaikan kepada saya tidak lain akan saya respon dalam bentuk informasi hukum. Kebenaran dan ketepatan informasi hukum tersebut perlu didukung penjelasan dari pihak-pihak yang memiliki kepakaran lebih dibandingkan diri saya.

Kesempurnaan milik Allah dan kekurangan adalah kodrat saya. Segala kekeliruan dan kekhilafan yang timbul dalam tulisan-tulisan saya semata-mata sebagai bukti kedudukan saya sebagai insan biasa tanpa berhak menyandang sanjungan dan kultus yang berlebihan. Saran dan kritik yang positif senantiasa saya nantikan demi terciptanya publisitas karya yang lebih baik dan progresitas keilmuan hukum yang semakin baik lagi.

Selamat membaca!

(Diselesaikan di Bondowoso, 8 Februari 2015).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kritik Saran Oke, Makian No Way. Mari Belajar Bersama, Mari Sukses Bersama!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...